Bincang Posesif Kaum Millenials
Cinta pertama itu paling menancap dihati atau justru menyakitkan sih?
Gue bahas sedikit nih
dari film Posesif yang diperankan oleh Adipati Dolken (sebagai Yudhis Ibrahim)
dan Putri Marino (sebagai Lala Anindita).
Secara keseluruhan film
ini dikemas dengan apik dan ciamik banget sih pengambilan gambarnya. Ceritanya lebih
menonjolkan posesifnya cinta pertama seorang Lala di masa SMA.
Pasti deh kita
nanggepnya kalau cinta pertama itu asik, paling buat baper, susah diajak move on. Tapi semua itu salah besar
adanya! Karena di film ini cinta pertama itu mengajarkan keberanian dan
menemukan sebuah harapan.
Kagum beneran sih sama
film ini, para pemainnya sangat benar- benar mendalami tiap karakternya. Sampai
gue terhanyut masuk dalam suasana film ini. Gue ngga sampai keluar air mata
full sembab gitu, tapi tuh filmnya nusuk banget ke hati.
Gue ngga bisa
ekspektasi film ini keseluruhan, dan endingnya juga beneran ngga ketara banget.
Seorang tokoh Lala yang
bisa tegar gitu menghadapi keposesifan seorang Yudhis, yang gue anggap ini udah
parah banget. Tapi Lala bisa naruh harapan baik buat Yudhis, ngga habis pikir
sih kalau ini beneran ada di dunia nyata.
Bukan sekadar cerita
cinta anak SMA pada umumnya, cerita ini dikemasnya diluar ekspektasi penonton. Tingkat
keposesifannya Yudhis yang buat gue ngga habis pikir bisa sejauh itu, dan
Adipati dapat banget feelnya jadi
tokoh Yudhis.
Kebayang ngga sih kalau
kita ngejalanin suatu hubungan baru, tapi pasangan kita itu udah posesif dalam
jangkauan yang beda dari biasanya. Sampai- sampai dia ngga bisa kontrol
emosinya sendiri (untuk toyor kita, jambak, atau mungkin sampai mau cekik
kita). Apa seperti itu posesifnya cinta pertama?
Atau dia menjadikan
dirinya objek kekerasan fisik sendiri (entah mukul, tampar, nonjok atau bahkan
sampai bunuh dirinya).
Seorang tokoh Yudhis
buat gue geleng kepala banget sih, cintanya begitu besar pada Lala. Namun tingkat
keposesifannya itu yang ngga bisa ditahan, mungkin masih wajar kali ya kalau
posesifnya itu kayak harus ngabarin pasangan setiap waktu, teleponan tiap
waktu, pagi siang malam harus video call tapi kalau sampai cemburu sama sahabat
sendiri hingga lakukan kekerasan berkali- kali sama orang lain bahkan pasangan
sendiri, apa itu masih batas wajar?
Kita sebagai
pasangannya juga harus bisa jaga diri sendiri ambil jarak aman pada pasangan,
walaupun dia pasangan yang kita percaya dan yakini.
Oia, point paling
penting juga dari film ini itu penempatan dan pemilihan soundtrack untuk jadi
backsongnya oke banget. Jarang nih film dalam negeri bisa seklop ini sama
soundtracknya. Dibagian awal itu dikasih lagu dari Dipha Barus ft Kalula – No One Can Stop Us, terus dibagian
kebersamaan Lala dan Yudhis dikasih lagu dari Sheila on 7 – Dan, lalu ada lagi
lagu terbaru dari Matter Halo ft Nadin – Teralih yang buat gue renyah banget
ditelinga, dan ditutup sama lagu dari Banda Neira – Sampai Jadi Debu yang
paling boom nya!!
Gue cinta banget sih
sama lagu- lagunya, sampai dibuat playlist untuk diputer tiap jam.
Kenapa sih film ini memberikan harapan dan
mengajarkan keberanian?
Pertama dari makna
tersiratnya tuh mengajarkan kita untuk berani mengambil suatu keputusan yang
besar. Contohnya tokoh Lala yang buat pilihan yang besar untuk bisa pacaran
sama Yudhis, keluar begitu aja dari Timnas Renang DKI, pilihan untuk kuliah,
banyak deh pembelajarannya. Kalau gue buka per point satu- satu ntar spoiler
banget lagi ahahaha.
Kedua dalam harapan,
yang gue tangkep sih harapan disini itu dalam artian tokoh Lala naruh harapan
besar sama Yudhis untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dan harapan lain kayak
Lala bisa bersatu sama sama bapaknya dan jalanin harinya kayak sedia kala.
Over all, gue sih kasih
rate 4,8/5. Cukup tinggi ya untuk film Indonesia, tepat juga nih karena film
ini tuh masuk 10 nominasi di Piala Citra. Recomended banget sih buat para kaum
millenials, biar bisa aja buka wawasan baru dan bisa punya gambaran tentang
sebuah hubungan dan bisa lebih jarak diri dan jarak aman kalau punya pasangan
seposesif Yudhis.
Pembelajaran lain juga
seperti, bagaimana kita memposisikan diri kita, kita ngga boleh larut dalam
ajaran buruk (entah dari kawan, lawan, sahabat, teman, orang tua, bahkan
masyarakat), kita harus bisa bangkit untuk jadi lebih baik dan ngga kebawa arus
buruk. Disini juga ada point kuat untuk kita bisa naruh harapan tinggi untuk
kejar cita- cita kita bagaimana pun halang rintangnya.
Hanya satu yang kurang
dari film ini, endingnya yang agak buat gue kurang menjelaskan secara jelas
gitu (agak gantung).
Semoga tulisan ini bisa
kasih info untuk kalian ya, maaf kalau masih banyak kekurangannya.
Makasih juga untuk yang
sempet singgah baca tulisan gue, kali aja ada faedahnya buat kalian:)))
Tertanda penikmat Film Posesif
Komentar
Posting Komentar